Mahkamah Konstitusi (MK) mengusulkan rekayasa konstitusional dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 oleh DPR dan pemerintah. Langkah ini diambil untuk mencegah potensi penumpukan pasangan calon presiden dan wakil presiden setelah penghapusan ambang batas syarat pencalonan.
Konteks dan Penekanan MK:
-
Pengusulan Hak Konstitusional: Pasangan calon presiden dan wakil presiden dianggap sebagai hak konstitusional semua partai politik peserta pemilu.
-
Maksud Revisi: Mengatur mekanisme pencegahan lonjakan jumlah pasangan calon agar pelaksanaan pemilu tetap efektif.
-
Alasan Kekhawatiran: Potensi merusak pemilu jika terlalu banyak pasangan calon, sesuai pertimbangan MK dalam putusan perkara tertentu.
Pedoman Rekayasa Konstitusional:
MK menetapkan lima pedoman yang harus diperhatikan oleh DPR dan pemerintah dalam merevisi UU Pemilu, yaitu:
- Hak Usul Semua Partai:
- Isi Pedoman: Seluruh partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
- Tidak Berdasarkan Kursi atau Suara Nasional:
- Prinsip: Usulan tidak boleh didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara nasional.
- Pencegahan Dominasi Partai:
- Kondisi: Partai boleh bergabung, namun tidak boleh mendominasi sehingga menyusahkan pemilih dengan opsi yang terlalu terbatas.
- Sanksi Bagi Partai yang Tidak Mengusulkan:
- Konsekuensi: Larangan mengikuti pemilu periode berikutnya bagi partai yang tidak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
- Partisipasi dan Perubahan UU:
- Asas Terlibat: Melibatkan semua pihak yang peduli pada penyelenggaraan pemilu, termasuk partai yang tidak memiliki kursi di DPR dengan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
MK menegaskan perlunya penyesuaian dalam revisi UU Pemilu untuk menjaga keseimbangan dan praktik demokrasi presidensial di Indonesia, meskipun konsep ini menuai beragam tanggapan dan diskusi.